Jumat, 03 Juli 2009

Bumbu-Bumbu di Sini (Syracuse,10 Juni 09)

Saya mulai dengan bumbu yang pedas:

Kali ini, saya tidak bisa bergerak, terpaksa mata saya dibuka..perasaannya itu bagai orang yang hanya 2 jam tidur lalu dipaksa bangun...lalu mengejar ketertinggalan...
Itu yang saya peroleh disini...sadar diri kalau kita secara individu dan orang-orang secara kolektif sesungguhnya punya banyak kekurangan. Saya harus menerima bahwa saya adalah pembelajar yang lambat dan kebanyakan mengeluh. Saya tak tau, kemana selama ini ilmu yang telah saya pelajari..benar-benar pukulan telak...
Saya yakin, banyak pepatah yang bisa menggambarkan pengalaman ini.

Berikut adalah bumbu yang hambar dan pahit:

Berada ditengah-tengah manusia yang memiliki beragam corak warna kulit, pemahaman atau cara kami mengucapkan kata-kata dalam bahasa inggris yang berbeda. tapi ketika kami tertawa, kami melakukan ekspresi yang sama.ketika kami tak paham dan kesulitan menjawab, ekspresi kami hampir sama.
ya, betul kalau manusia dimana-mana dasarnya sama.berada disini membuat mataku benar-benar terbuka sekarang.
tapi mengapa sebagian mereka tidak memiliki tujuan? (baca: katakanlah,mereka tak tau Tuhan mereka)। sangat betul kalau ini kali pertama saya bisa berbincang dengan orang yang tak beragama. sangat betul kalau dinegerikupun, saya banyak mendengar tentang hal-hal tersebut. tetapi kenapa pada saat saya tau, hati saya bergetar?dan itu bergetar karena merasa miris.sedih.hatiku bagai ditumpahkan cuka.

Bumbu yang asin:


Saya pada dasarnya suka asin, jadi mari berbincang asin sebelum bicara yang manis.karena dimanapun, manis sepertinya disukai dimana-mana.
sekarang sudah canggih, manusia sudah bisa buka youtube atau menggunakan google.kita bisa melihat hal-hal yang sangat jauh dari kita langsung dari kamar kita.
tapi ini adalah ini. dan saya berada dis'ini' sekarang.
lagi-lagi, tak henti-hentinya saya petik banyak hal disini..
okelah, kalau negeri ini individualis dan punya pajak yang tinggi. tapi disini kamu akan melihat bangunan yang tertata rapi, supir bus yang sangat bertanggung jawab, atau orang yang akan sekedar berkata 'how are u doin'?
saya sampai merasa 'gemes' melihat negeriku sendiri. tapi sebenarnya untuk mengubah, jawabannya pun klise. kembali lagi ke kesadaran warganya..kita bakal kembali lagi ke 'pendidikan'. ke 'self awarness'.
katakanlah kalau memang mereka kekurangan 'spriritual' (tak perlu ditanggapi bahwa saya menjustifikasi seenaknya). tapi mereka secara sosial sangat beradab.mereka tak sungkan-sungkan menahan pintu agar orang yang dibelakangnya bisa lewat, atau mereka bekerja dengan sangat professional. bahkan mereka mengadopsi ajaran agamaku dengan mengatakan 'blessing you' ketika saya bersin.
Cerita lain lagi ketika saya bertanya ke anak kecil yang ibunya orang indonesia dengan menanyakan tentang makanan yang tidak disentuhnya dengan mengatakan 'u don't like it?' dan kemudian secara mengejutkan (bagiku), dia menjawab,..'not for me'....saya kira kita semua sepakat kalau kata-kata yang diucapkannya tidak hanya menjawab pertanyaanku, tapi juga mengandung etika, tidak menyinggung bahkan sesuai dengan ajaran agama kita yang mengajarkan kita untuk selalu berkata yang baik-baik.

Bumbu yang manis:


Bumbu yang manis saya peroleh dari akumulasi bumbu yang pedas, hambar, pahit dan asin. walaupun harus begadang tuk kerja tugas setiap hari. tapi secara keseluruhan, disini manis. saya tidak hanya punya teman dari berbagai penjuru nusantara. tapi saya punya teman yang berbicara arab, kyrgist, cina, atau jepang. saya telah berada di ruang pesawat yang membawa waktu yang tak jelas,,,beberapa jam yang lalu baru subuh, tapi beberapa jam kemudian telah sore. saya berada di salah satu daerah dingin di negeri ini.saya ke best buy dan nonton play (opera).saya sholat magrib jam 8.30.saya makan banyak ice cream dan strawbery. saya pake ID Card yang bisa dipake makan dan masuk ke hall.pake koneksi internet yang sanagt cepat.berada dalam tabble manner yang beda, atau tradisi toilet yang beda.
saya ketemu muslim dari banyak negara.

Disini 'manis'.......

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Gak tahu yach kommentku ini benar atau tidak, yang jelas SAYA SUDAH BERKOMENTAR (baca:dipaksa berkomentar)

Begini.., hmm (clearing my throat)

Dalam melihat hubungan antara manusia dan dunia spiritualitasnya, kita tak bisa menjudge bahwa ada hubungan berbanding lurus dengan dunia non spiritualitas manusia...

Jika mereka sukses dalam menjalin hubungan dengan Tuhannya, bukan berarti mereka juga akan berhasil dalam meraih kesuksesan di dunia...

Itu yang aku pahami...

And Then, penggunaan kata "beradab" yang ditujukan kepada mereka sangatlah terlalu cepat untuk Anda (formalna mamo pake kata Anda) untuk mengatakan bahwa mereka beradab...

Apa yang telah Anda paparkan hanyalah contoh yang biasa2 saja yang JUGA terjadi di Indonesia. Mungkin Anda kurang peka saja terhadap kehidupan sehari-hari Anda di Indonesia dan terlalu memperhatikan kebiasaan-kebiaasaan mereka yang berambut pirang di sana. Itu wajar, karena hal yang baru terkadang lebih asyik diperhatikan daripada yang sering kita lihat...

Kalo mo lihat secara mendasar apakah bangsa itu beradab atau tidak, kita lihat sesuatu dari mereka yang sangat identik dari mereka.

Salah satunya adalah Bahasa...

Bangsa Indonesia, I think, lebih beradab dari bangsa yang ada di Amerika.
Knapa?

Coba lihat tutur bahasanya, ada yang dikatakan bahasa yang digunakan jika berbaicara dengan orang yang lebih tua atau berbicara dengan orang yang seumuran, atau berbicara dengan orang yang lebih muda dari kita...

Dari kata "kamu", bisa berubah menjadi kata "Anda" (untuk sebuah kesopanan)

Kalo bahasa Inggris,
kata "You", bisa berubah menjadi apa kalo berhadapan dengan orang yang lebih tua?