Selasa, 18 Desember 2007

lokal-global, sederhana-kompleks


saya memulai banyak hal tanpa perencanaan. belakangan, baru saya ketahui kalau semua ternyata telah terencana sedemikian rupa.mulai dari bilangan biner 0&1 yang ternyata mengendalikan hampir semua bentuk teknologi.keyboard yang kita tekan setiap hari ternyata menerjemahkan tindisan jari-jemari kita dengan dua bilangn itu. hal yang sangat sederhana, begitulah adanya. semua hal-hal yang kompleks bermula dari hal-hal yang sederhana. tapi itu bukan berarti saya lantas memercayai teori evolusi darwin. saya memercayai bahwa manusia berasal dari sperma, saya memercayai bahwa manusia berasal dari tanah dan kemudian ditiupkan roh kepadanya. tapi saya tidak bisa mengimani begitu saja bahwa asal makhluk ini berasal dari satu sel tunggal, yang berkembang sedemikian rupa menjadi sevariatif yang bisa kita saksikan hari ini.

itu menjadi kata pengantar bagi saya untuk memahami berbagai masalah dalam hidup ini. hukum sebab-akibat. terlalu banyak hal-hal transendental yang tidak bisa dijelaskan oleh alam pikiran dan logika manusia. mulai dari teori big bang yang prosesnya berkembang sedemikian rapi ,teratur, dan mengagumkan, teori garvitasi yang terbantahkan oleh adanya batu melayang, hingga teori memetika yang ternyata sudah dijelaskan beberapa abad yang lalu oleh agama Islam, agama yang mulia ini,bahwa jika engkau ingin menilai seseorang, maka lihatlah siapa yang menemani ia duduk (kurang lebih, begitulah redaksi kalimatnya). mungkin beberapa orang yang membaca kalimat terakhir itu menilai bahwa itu adalah unqualified assertion, pernyataan yang juga sangat superfisial. Tetapi ternyata, belakangan, itu dijelaskan oleh unit terminologi otak kita.bahwa kita memiliki 'meme' dalam otak yang dapat dengan mudah mereplika pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. dan saya rasa, filter yang cukup kuat bukanlah menjadi excuse bagi kita untuk menjadikan bahwa itu adalah bukan merupakan sebuah masalah. karena filter juga merupakan bentuk dari pengaruh bukan?

kesederhaan itu pula yang membuat saya percaya bahwa kita memang harus selalu bercermin pada diri kita. hal-hal yag kompleks dalam hidup, problematika, dan segala bentuk 'ketidaksukaan' sangat besar kemungkinan berasal dari dalam diri kita. hal-hal sederhana yang telah kita lakukan. tapi kita cenderung berkonsentrasi pada hal-hal yang kompleks,merasa cukup untuk melakukan perubahan yang besar.ketika beberapa hal mengalami stagnasi, maka beralihlah kita untuk menyalahi sesuatu atau seseorang. kita begitu rajin menyalahkan pemerintah,menyalahkan masyarakat, menyalahkan pendidikan, atau menyalahkan hal-hal yang belum tentu salah.

saya pernah membaca buletin yang di postkan teman saya di friendster saya, ketika dia mempublikasikan bahwa ia tidak menyukai hari senin.berawal dari 'kesialannya' kehilangan flash disk, yang menyebabkan ia akan mengalami masalah untuk melanjutkan ujian finalnya.mungkin secara tidak serius ia mempublikasikan buletinnya,mungkin itu hanyalah bentuk ekspresi dan emosi sesaatnya. tapi kembali lagi ke masalah memetika, dimana 'meme' manusia bisa mereplika pengaruh dari luar. bisa saja, 'secara tidak kebetulan' seseorang membacanya kemudian dia merefleksikan cerita itu kedalam dirinya, dimana secara tidak kebetulan pula, dia mengalami hal-hal yang tidak disukai yang terjadi pada hari senin. tentu saja,dengan dukungan 'meme', dia menjadikan itu sebagai pembenaran. dia justru tidak menyalahkan keteledorannya dalam menjaga properti miliknya. tidak melihat kedalam dirinya, tetapi langsung mencari objek untuk disalahkan. hal itu banyak berlaku pula pada penyalahan terhadap datangnya banjir tiap tahun, korupsi,kenaikan harga minyak bumi, kampus yang tidak berkualitas, atau ketidakputihan kulit kita yang menyebabkan kita kurang disukai oleh siapapun. kita lantas mencari-cari dan menerka-nerka.kita terkadang lupa bahwa kita memiliki 'aku'.bahwa kita yang mengendarai kedua kaki ini, dan menggerakkan kedua tangan ini. tapi saya kemudian memahami hal yang lain lagi. bahwa manusia memiliki sifat dasar untuk feel security, mencari rasa aman.

tapi mental untuk menyalahkan itulah yang banyak kita warisi dan mengalir di gen kita. saya kembali teringat pada perencanaan-perencanaan itu. mungkinkah saya bisa merencanakan untuk membuat orang lain membuang pewarisan sifat itu? jawabannya, pasti tidak.karena saya berencana terlalu besar. saya harus memulai dari diri sendiri.hal-hal sepele yang bisa saya jewantahkan. kita memiliki otak yang begitu mengagumkan. kita memiliki kesadaran, hati dan perasaaan. hal yang bahkan malaikat pun tidak memilikinya. maka benarlah pernyataan yang menyatakan bahwa manusia itu dikatakan sempurna karena ketidaksempurnaanya. karena ia pedang bermata ganda.

kita mewarisi sifat-sifat itu. hal itu menyadarkan saya untuk membuat silogisme ini:berawal dari rumit ke kompleks, dari lokal ke global.
akhir kata, manusia terkadang membutuhkan momen-momen pembebasan jiwa. pembebasan untuk terlepas dari dunia yang begitu mengekang ini.......!!!

Kamis, 01 November 2007

imagosentris

Imagosentris, begitu Dee memberi judul pada salah satu artikel di bloggernya. Dari kata image, Dee menggambarkan manusia sekarang yang terpusat pada image, pada citra. Kadang-kadang dia mengatakannya dengan ‘bedah citra’, dan yakinlah kalau kau tidak akan menemukan bentuk kata ini di kamus manapun. Pada masa ini, yang kata orang adalah zaman postmodernisme, segala hal berlaju dengan sangat cepat. Era informasi, komunikasi dan teknologi, telah mengantarkan pada babak baru era yang lainnya. Satu hal yang pasti yang diketahui sekarang, bahawa kita sedang menapaki era ekonomi budaya, bias dari era sebelumnya. Dimana fashion, seni, atau budaya itu sendiri berputar sebagai pilar ekonomi. Kita tidak tahu bahwa klimaks dunia ini akan seperti apa atau kapan terjadinya. Tapi kita bisa melihat kalau Armageddon, Deep Impact, kiamat Sudah Dekat, adalah bukti nyata bahwa manusia itu dengan cukup optimis mengimani bahwa kiamat benar akan datang. Entah laju era itu melaju bagaikan kurva parabola, fluktuatif, atau datar-datar saja. Tetapi yang bisa kita simpulkan bahwa laju image itu sendiri berjalan bagaikan kurva parabola. Terus menanjak dalam konotasi yang masih dipertanyakan, positif atau negatif.

Ada fir’aun yang mengukukuhkan imagenya sebagai penguasa dengan mengatakan bahwa dirinya adalah Tuhan. Ada kaum Jewish (Yahudi), yang memonopoli image bahwa mereka adalah bangsa terbaik, manusia terbaik. Karl Marx yang sosialis, Marlyn Monroe si ‘bom sex’, hingga duo Ratu yang harajukuis (begitu saya menamakannya). Dikalangan pemuda, lahirlah anak Punk sebagai potret image anti kemapanan, harajuku yang independen, Pemuda Pancasila yang nasionalis, atau Green Peace si pencinta alam. Masyarakat tradisional yang ingin dibilang ‘Dg.Haji”,Petta, Puang, priyayi, atau keturunan darah biru. Semua hal ini sah-sah saja, selama tidak menjadi hiperbolis memuakkan dan tidak mengganggu ketentraman orang lain. Di era ekonomi budaya ini, image telah terprogram dan terintegrasi dalam setiap processor kebanyakan manusia. Pertempuran informasi telah membuka glamournya dunia yang tak terhijab. Image yang diciptakan hanya sedikit yang berkaitan dengan integrasi ilmu, budi pekerti, atau integrasi-integrasi lainnya yang lebih urgen. Tetapi image yang dibangun kebanyakan oleh individu, tidak lebih pada sebatas performa, fashion. Sindrom raksasa ini mampu mengubah hampir semua perwajahan tempat-tempat umum menjadi karpet merah. Semua ingin menjadi seperti artis. Alih-alih menjadi manusia yang bijak dan cerdas dalam menentukan pilihan, yang ada adalah pola konsumerisme yang overdosis.

Berbicara tentang perwajahan akan sulit habisnya. Seperti kata dewi lestari,Atas nama kebutuhan, satu manusia bisa hidup dengan beberapa pilihan panganan dalam sehari. Atas nama selera dan nafsu, seisi Bumi tidak akan sanggup memenuhi keinginan satu manusia. Image yang terus dibangun bahkan berdampak pada pengrusakan lingkungan dalam skala yang cukup besar, dan itu adalah pernyataan yang tidak berlebihan. Seperti wajah kota-kota modern yang dipenuhi oleh kendaraan-kendaraan bermesin. Atas nama image dan modernisasi, orang-orang berlomba-lomba untuk mengunakan Jaguar mewah atau Ducati terkeren, tanpa pernah berpikir bahwa gas CO2 yang dilepaskan diudara, melahirkan badai El-Nino, tsunami, Katrina, musim panas terparah di Eropa sepanjang sejarah, rusaknya gletser, atau matinya beruang-beruang kutub karenya mencairnya es tempat kehidupan mereka. Isu pemanasan global bukan lagi sebuah hipotesis, tetapi sebuah fakta yang faktual. Tetapi tampil mentereng, memang lebih memuaskan manusia-manusia sebagai desire machine, daripada menghirup udara yang bersih dan segar. Mari kita sesekali bercermin pda Jepang, penyumbang polusi sedikit, tetapi tetap dalam wajah modernitas. Pajak kendaraan pribadi yang sangat tinggi menyebabkan masyarakatnya yang lebih memilih kendaraan umum. Love pedestrian. Mari kita mencintai jalan kaki. Saya pribadi, selalu menggunakan kendaraan pribadi dalam beraktivitas, karena jarak rumah yang cukup jauh. Tetapi saya dapat berkontribusi dengan berjanji untuk tidak sering keluar dengan menggunakan kendaraan, jika tujuannya bukan untuk hal-hal yang penting. Banyak cara yang bisa kita lakukan, seperti memilih sepeda,menanam pohon, menggunakan AC seperlunya, atau bahkan menggantinya dengan kipas angin. Tidak perlu menunggu pemerintah, tapi mulailah dari setiap individu.

Seperti bilangan kompleks. Bilangan real dan bilangan imajiner. Saya selalu mengasosiasikannya dengan pelaku image dan image itu sendiri. Akar (-1) adalah bilangan imajiner. Hasilnya sulit dideskripsikan tapi sebenarnya dia ada. Ketika bilangan ini berlipa-lipat, maka niscaya kita bisa melihatnya dalam bentuk real. Pakaian adalah bilangan real yang akan mengasilkan image (bilangan imajiner).ketika intensitas mengganti dan membeli pakaian-pakaian baru dilakukan atas nama selera dan nafsu, maka yakinlah kalau akan terjadi eksploitasi alam yang berlebihan. Hal yang tidak pernah dipikirkan oleh pelaku image tapi sebenarnya terjadi. Hasil dari perburuan ‘image’. Mari kita sejenak melepas ke-aku-an dalam diri kita. Tidak menjadi subjek tetapi objek. 0bjek yang kita sendiri dapat mengobservasinya. Objek yang menyadari penuh bahwa tidak hanya bilangan real yang ada, tetapi juga bilangan imajiner. Tidak mencoba untuk berburu image, tapi benar-benar melakukan perubahan fundamental konstruktif. Mari bersam kita cerdas.
Memet_buwaned@telkom.net

Rabu, 05 September 2007

ROMANTIS OVERDOSIS (dari filosofi kopi)

valentine's day menjadi acara yang begitu populer di zaman sekarang ini.establishment perayaaan ini telah beberapa kali terkonversi dari perayaan keagamaan hingga menjadi hari hari kasih sayang.berbagai macam simbol2 kemudian muncul untuk merepresentasikannya.mulai dari hal2 yang berwarna pink, bunga coklat,greeting card, bahkan sampai hubungan badan!!!! na'udzu billah min zdalik....orang2 terhanyut dalam perayaan ini yang mengatasnamakn cinta dan kasih sayang.penyambutannya bahkan jauh lebih hebat daripada penyambutan tahun baru hijriah.dimana kehidupan isalm sekarang??ROMANTIS OVEDOSIS,begitu kata dewi lestari.warna yang diberikan pada hari valentine sebenarnya tidak memiliki tendensi kasih sayang sama sekali,tapi justru lebih ke buaian suasana.komponen suasana itu sendiri dihinggapi oleh dua jenis makhluk, yaitu manusia dan setan.jadi kesimpulnnya,sesungguhnya manusia menjalani romantisme setan!!!!karena kita telah membiarkan diri kita untuk bekerja sama dengannya.mari kita mencoba menggali kembali makna kasih sayang.bukan kasih sayang karena ikut-ikutan..!!!