Selasa, 18 Oktober 2011

Islam Dalam Perspektif Amerika Serikat dan Posisi Indonesia (Refleksi terhadap Seminar Internasional UNM, Kamis 6 Oktober 2011)

Perkembangan Islam secara mengejutkan berkembang sebanyak 4 kali lipat pasca peristiwa 9/11 di Amerika Serikat. Hal ini dikemukakan oleh imam Shamsi Ali, chairman of moslem foundation of America, di acara seminar Internasional yang diselenggarakan oleh UNM dan berlangsung pada 6 Oktober 2011 di hotel Santika.

Siapakah imam Shamsi Ali sehingga dianggap patut merepresentasikan pandangan-pandangan Islam di Amerika Serikat? Pertama kali saya tahu tentang beliau adalah ketika saya sedang berada di Syracuse, US bersama teman-teman saya di tahun 2009. Tiga dari teman saya bersepuluh menyempatkan diri berjalan-jalan ke NYC pada waktu itu dan yang menemani mereka selama disana adalah imam Ali. Beliau menjemput, memberikan tempat tinggal bahkan mengajak mereka berjalan-jalan. Salah seorang teman saya Donal Fariz, menceritakan kesannya yang sangat positif dan mendalam tentang beliau. Beliau saat itu sudah menjabat imam besar New York dan ditahun yang sama mendapatkan penghargaan Ellies Island Medal of Honor Award, sebuah penghargaan bergengsi dan tertinggi bagi imigran yang berkontribusi terhadap masyarakat Amerika dan dunia. Tapi apa yang dilakukan imam Ali sangat jauh dari kesan orang yang besar yang berjarak. Beliau adalah orang yang sangat egaliter dan tawadhu. Karena ide-ide dan kemampuan menyampaikan gagasannya, bisa dibilang kalo imam Ali adalah tokoh Islam paling berpengaruh di Amerika.

Islamophobia yang selama ini didengung-dengungkan di media menurut imam Ali tidak sepenuhnya benar. Setelah peristiwa 9/11, banyak orang-orang yang tertarik untuk mengetahui segala sesuatu tentang Islam yang pada akhirnya membawa mereka sebagai pemeluk-pemeluk baru Islam. Kaum Yahudi yang terkenal karena lobi-lobinya yang menguasai ekonomi dan kebijakan politik Amerika, disisi lain memiliki tokoh-tokoh yang sangat toleran terhadap Islam. Ketika Islam sedang terjatuh, mereka (para rabbi yahudi) mengatakan bahwa we are / I am now the part of moslem. Dan tentu saja Islam menerima segala keterbukaan ini. Seperti prinsipnya, sesungguhnya agama ini menyeru kita kepada mutual benefit, hubungan yang saling menguntungkan.

Islam Menurut Pandangan Amerika

Adanya ketakutan terhadap Islam setelah nine eleven memang tak bisa dipungkiri. Para pemateri seminar yang terdiri dari para akademisi dan juga Akbar faizal (anggota DPR RI), pada kesempatannya menceritakan tentang susahnya pengurusan visa ke US. bahkan tak sedikit masyarakat yang tak bisa mendapatkan visa. Belum lagi dengan penjagaan bandara-bandara dan bangunan-bangunan penting di US yang begitu ketat. Ini adalah cerita klasik yang biasa kita dengar bagi orang-orang yang pernah mengunjungi Amerika.

Penulis sendiri pernah mengalami secondary inspection waktu melakukan entry point di bandara Chicago pada saat itu yang memakan waktu yang cukup lama. Hal ini menyebabkan saya harus menunggu untuk penerbangan berikutnya. Secondary inspection umumnya jamak dijumpai bagi mereka yang memiliki nama muslim, atau mereka yang berasal dari negara yang umumnya berpenduduk muslim. Tetapi belakangan kebijakan ini diubah.Setelah penangkapan Osama bin Laden, mantan pemimpin Al-Qaeda yang dianggap sebagai musuh Amerika nomer satu, kebijakan secondary inspection kemudian dihentikan.

Akbar faizal pada acara diskusi sempat merasa heran dengan fakta-fakta yang disajikan oleh Imam Ali bahwa kejadian 9/11 selain membuka kotak pandora sesungguhnya membawa hikmah yang banyak bagi Islam. Akbar mengatakan bahwa data-data selama ini yang diperolehnya justru kontra. Menurut research yang beliau baca, justru banyak orang Amerika yang mengatakan bahwa Islam adalah agama yang tidak terlalu baik, bahkan tidak baik sama sekali. Muncul antipati yang besar di tengah-tengah masyarakat Amerika. Tetapi yang dialami dan diketahui oleh Iman Ali justru berbeda dan sulit diprediksi sebelumnya. Katanya, setelah kejadian itu, masyarakat justru berbondong-bondong untuk mencari tahu tentang Islam. Dari semua orang yang belajar dan berdiskusi dengan Shamsi Ali, sekitar 90% yang justru mengkorversi agama mereka ke Islam. Sebuah angka yang tidak sedikit.

Salah satu isu yang pernah menghangat di Amerika adalah pembangunan mesjid yang hanya berjarak dua blok dari ground zero. Dibalik resistensi yang kita dengar dengar cukup hebat bagi publik Amerika, sesungguhnya menyimpan cerita lain dibaliknya. Imam Ali menceritakan, begitu besarnya dukungan dari orang-orang yahudi dan kristiani yang membantu aksi lapangan untuk menuntut direalisasikannya pembangunan mesjid tersebut. Beliau bahkan sempat menanyakan mengapa gubernur New York yang seorang yahudi begitu mendukungnya. Dan apa jawaban yang imam Ali dapatkan? I am not defending you, but I am defending my country. Tampaknya gubernur tersebut dan juga banyak orang lainnya sadar bahwa Amerika dibangun diatas pluralitas dan kebebasan. Bukan diatas kepentingan yang memihak pihak-pihak tertentu semata.

Saya pribadi adalah orang yang sempat melihat langsung pandangan masyarakat Amerika yang menurut kecurigaan kita berbeda sebelumnya. Saat itu setelah selesai solat jumat di Islamic Center di Syracuse, kami didatangi dan diajak oleh orang yang ingin berunjuk rasa berkaitan dengan serangan Gaza di Palestina pada saat itu. Dan tahukah anda bahwa gerakan itu melibatkan semua orang dari berbagai agama, baik itu Yahudi, Kristen maupun Islam. Orang-orang yahudi mengatakan bahwa mereka memang Yahudi, tetapi mereka sangat menentang kebijakan negara Israel yang menyerang perbatasan Gaza semena-mena. Inilah sisi yang banyak tidak kita lihat jika kita tidak mengalami dan merasakannya sendiri.

Walaupun begitu, harus diakui bahwa ada beberapa kebijakan Amerika yang melukai masyarakat Islam. Sebagai contoh, tidak setujunya Amerika yang memiliki hak veto dalam PBB berkaitan dengan kedaulatan Palestina beberapa waktu yang lalu menyebabkan tak sedikit dari kita berang. Inilah yang sebenarnya sedang diusahakan oleh imam Ali dan pemuka-pemuka agam Islam lainnya untuk membangun komunikasi dengan orang-orang yahudi. Karena kendali Yahudi di Amerika sangat mighty, maka usaha yang paling rasional adalah mendekati mereka.

Dilain sisi, maraknya aksi kekerasan oleh orang-orang yang mengatakan diri mereka muslim menjadi salah satu penghambat besar bagi penetrasi Islam dan restorasi citra Islam. Banyak video-video yang dikonsumsi oleh publik Amerika yang menggambarkan aksi kekerasan yang menyimpang dari ajaran agama Islam. Inilah yang menjadi PR besar bagi kaum muslim di sana untuk menjelaskan bahwa apa yang mereka lihat itu tentu saja tidak mewakili. Mereka adalah kelompok sempalan yang menginterpretasikan agama seenaknya secara parsial. Oleh karena itu, dalam memandang agama ini haruslah secara komprehensif dan tidak berdasarkan asumsi semata.

Posisi Indonesia

Indonesia adalah merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar dan negara demokrasi terbesar ketiga setelah India dan Amerika. Tetapi apa yang bisa dilakukan dengan status ini? Jawabannya adalah ternyata tidak banyak yang bisa kita lakukan.
Sejauh ini, Indonesia masih bergelut dengan isu intoleransi beragama yang terjadi dimana-mana. Kasus bom di solo dan kasus pemboman sebelumnya tidak bisa dilepaskan dari citra Islam. Oknum-oknum ini yang membawa dalil dan bendera agama Islam mau tidak mau menciptakan pencitraan yang buruk. Walaupun kita tahu bersama bahwa Islam adalah sama sekali bukan agama yang membawa pedang dalam berda’wah. Islam bukanlah agama yang memaksakan ideologi atau ajaran-ajarannya.

Saat ini indonesia masih berupaya untuk memberantas kelompok radikal yang kerap menciptakan teror di masyarakat. Hal ini tentu saja seiring sejalan dengan misi Amerika Serikat. Bentuk konkrit dari pemberantasan ini dapat kita lihat dengan dibuatnya RUU Intelejen. Upaya untuk meminimalisir aksi terorisme di indonesia masih mangalami kendala diberbagai sektor.

Menurut hemat penulis, salah satu yang paling mungkin dilakukan untuk berpartisipasi aktif adalah dengan berpenetrasi ke ranah pendidikan di Amerika. Sebagai contoh, banyak Asian Studies di universitas-universitas di Amerika yang bisa digarap dan dijalin kerjasamanya dengan pemerintah Indonesia. Indonesia bisa mengirimkan para moslem scholars ke universitas-universitas di Amerika, mengajarkan kebudayaan indonesia, dan tentu saja mengenalkan Islam kepada mahasiswa-mahasiswa. Kampus adalah merupakan tempat yang paling tepat untuk memberikan pengajaran dan pemahaman.
Indonesia sebagai bangsa tampaknya masih agak sulit untuk memberikan pengetahuan ke publik Amerika bahwa Islam datang sebagai rahmat bagi sekalian alam. Secara konkrit, yang bisa dilakukan adalah individu-individu muslim dimanapun berada, khususnya di Indonesia. Imam Shamsi Ali dengan ke-tawhadu-an, kedalaman ilmu dan kemampuannya untuk berkomunikasi secara akomodatif adalah merupakan contoh konkrit kontribusi seorang anak bangsa. Imam kelahiran Kajang ini telah dan sedang berpartisipasi aktif bagi kemajuan muslim di Amerika.

Kita sebaiknya tidak terlena dengan label demokrasi dan muslim terbesar kita, karena yang dibutuhkan adalah tindakan nyata. Sudah menjadi kewajiban kita bagi setiap muslim untuk belajar tentang Islam. Pelajaran ini tentu saja kemudian harus dijewantahkan dalam bentuk akhlak. Dengan begitu, tentu saja diharapkan banyak masyarakat Amerika yang melihat Shamsi Ali Shamsi Ali yang berikutnya yang membawa wajah Islam yang sebenarnya dan memperbaiki perspektif masyarakatnya.

Wallahu a’lam bishshwab.