Selasa, 01 November 2011

Hidup Dalam Mediokritas







Saya mungkin amnesia!


Suatu siang di hari Jumat, pak ustad berceramah banyak tentang usaha-usaha manusia di muka bumi ini. Salah satu yang poin yang bisa saya notice adalah tentang penggunaan materi yang selama ini susah payah kita usahakan. Kata-katanya bagus sekali : harta adalah media untuk beribadah kepada-Nya. Satu lagi alarm kesadaranku yang tiba-tiba berdering.


Yang paling susah bagi manusia seperti kita adalah karena manusia, seperti yang dikatakan dalam Al-Quran, adalah makhluk yang pelupa. Sungguh sangat susah untuk meresapi dan menghadirkan ajaran-ajaran yang telah kita ketahui ketika kita sedang beraktifitas. Saya mencari uang sebanyak-banyaknya dan tak pernah mengingat hakikat saya mencari uang. Padahal saya sudah berulang-ulang kali membaca ayat yang berarti: “dan tidak Kuciptakan jin dan manusia kecuali hanyak untuk berib adah kepadaKu”. Nah, kesadaran akan ayat inilah yang sulit kita kunjungi kembali ketika sedang melakukan sesuatu.


Pagi itu ketika saya sedang bersepeda di sekitar jalan Pettarani, saya tiba-tiba bertemu dengan kenalan ketika training pengajaran bahasa inggris untuk mahasiswa kebidanan. Dia seorang ‘kakak’ usia berkisaran tigapuluhan yang selalu memanggil saya saya ‘dek’ dengan gerakan tangan yang selalu menyentuh lawan bicaranya ketika menyebut nama. Namanya kak Yusran. Dia seorang dosen di FKM Unhas dengan pendidikan terakhirnya yang diselesaikan di Belanda. Jika anda bertemu dengan orang ini, maka anda akan menangkap kesan orang yang mudah bergaul dan sangat rendah hati. Kak Yusran juga adalah tipe orang yang selalu memberikan motivasi kapanpun dia mempunyai kesempatan untuk melakukannya.


Karena berhubung kami sama-sama akrab dalam dunia pencarian beasiswa keluar negeri, jika ada kesempatan, maka kami pasti selalu menyinggung topik itu. Nah saat itu, kami sedang berbicara tentang beasiswa yang sedang saya usahakan. Saya bilang kalau beasiswa ini sayangnya non-degree, karena saya belum dapat untuk program master-nya. Si kak Yusran ini tiba-tiba melontarkan pertanyaan: apa tujuan manusia hidup? Saya spontan saja menjawab mendapatkan kebahagiaan. ‘Itu keliru’, kata kak Yusran menyanggah. Tujuan manusia hidup sebenarnya adalah untuk beribadah kepada-Nya. Dalam hati, saya berkata bahwa tujuan beribadah kan untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat. Lagipula, sebenarnya saya juga mau menjawab itu, tapi entah kenapa yang keluar dari mulut saya adalah hal yang lain. Tapi saya tidak melakukan pembelaan saat itu.Kak Yusran lantas melanjutkan nasihatnya. Mencari karunia Allah hanyalah sarana untuk beribadah kepada-Nya. Katanya, kalau saya mendapatkan beasiswa dan berangkat tahun depan, maka sesungguhnya itu adalah karunia-Nya, dan itu hanyalah sarana untuk beribadah kepada-Nya. Maka apapun karunia itu, saya harus syukuri.


Jika dipikir-pikir lagi, ternyata saya amnesia di hampir segi aspek kehidupan saya. Saya belajar, sekolah dan ingin mendapatkan title professor, tapi saya lupa apa tujuan saya menuju kesana. Saya mencari derajat, status sosial, tapi lupa untuk siapa derajat saya nantinya saya ingin tunjukkan. Atau bahkan, derajat macam apa yang saya cari. Saya menjaga kesehatan, tapi saya lupa untuk apa kesehatan saya nantinya dipergunakan. Saya makan dan minum, tapi lupa untuk apa energi saya nanti gunakan. Jangan-jangan saya juga lupa untuk apa saya bernapas dan dari mana udara yang saya hirup? Oleh karena itu, mungkin disinilah pentingnya dzikrullah, mengingat Allah SWT. Tampaknya kita harus melakukan perulangan-perulangan dalam melakukannya agar benar-benar bisa melekat disetiap detak aktifitas kita. Karena sekali lagi, kita adalah makhluk yang pelupa.


Hal ini pulalah yang membawa pikiran saya untuk konsep hidup yang sedang-sedang saja. Berada ditengah-tengah, seperti agama ini. Mudah-mudahan saya mencari uang semata-mata sarana untuk beribadah kepada-Nya. Dengan begitu, saya tidak perlu untuk menjadi orang yang kaya sekali, tetapi tidak juga miskin. Ingatkah kita ketika Rosul di pagi hari menanyakan kepada Aisyah, apakah hari itu ada makanan atau tidak. Yang kemudian karena tidak ada, maka Rosul pada hari itu memutuskan untuk berpuasa. Padahal bukankah Rosul adalah seorang pedagang? Mudah-mudahan saya bisa menjaga kesehatan untuk beribadah, menyembah. Bukan menjaga kesehatan dengan olahraga yang berlebihan dan tujuan yang juga berlebihan. Mudah-mudahan saya bisa mendapatkan status sosial di masyarakat, cukup dengan predikat ‘orang baik-baik’, sehingga saya tidak menjadi orang ambisius dalam memperoleh jabatan atau kedudukan. Mudah-mudahan saya bisa mendapatkan banyak ilmu pengetahuan, untuk kemaslahatan ummat. Bukan ilmu yang sifatnya remeh temeh.


Itu adalah doa-doa saya.


Dunia menawarkan banyak hal yang terus berkembang. Pilihan akan menjadi tak terbatas. Hidup di area yang tengah-tengah tampaknya menjadi pilihan yang terbaik. Sampai kapan dan sampai kemana kita untuk menjadi unggul di antara manusia-manusia yang lain? Oleh karena itu, di hidup yang pendek ini, kita sebenarnya sedang diuji untuk memilah-milah hal yang substansial. Pilihlah ilmu yang akan bermanfaat sebagai karir dan juga akhirat anda. Hiduplah dengan berkrompomi dengan masyarakat sosial anda. Lakukanlah aktifitas yang bukan menurut anda benar dan menyenangkan, tapi carilah teladan dan bentuk diri anda. Cari lingkungan yang terbaik bagi anda. Posisikan diri kita di tengah-tengah. Jadilah orang yang selektif dalam mencari ilmu, seperti ucapan salah seorang ulama salaf yang mengatakan: di dunia ini banyak sekali ilmu. Maka pelajarilah ilmu yang akan membawa ke kebahagiaan yang kekal dan menjadi penyelamat bagi kita. Karena ketidakhadiran ilmu akan bermuara pada malapetaka.


Memang yang harus dilakukan dalam hidup adalah banyak bersabar dan pandai-pandai bersyukur. Kemaksiatan akan teratasi jika kita termasuk orang yang sabar dalam melakukan kemaksiatan. Kita harus percaya kalau kesabaran kita untuk tidak berbuat buruk akan mendapatkan reward nantinya. Melihat tetangga yang lebih subur rumputnya akan bisa teratasi dengan bersabar. Sabar akan membuat kita tidak amnesia. Syukur juga akan membuat kita tidak amnesia. Tapi yang paling penting dari semua ini adalah ilmu. Ilmu akan benar-benar menjaga kita untuk tetap di koridor yang sesuai.


memetolicious.blogspot.com
FB: Muhalim Dijes
Twitter: @memetolicious

Selasa, 18 Oktober 2011

Islam Dalam Perspektif Amerika Serikat dan Posisi Indonesia (Refleksi terhadap Seminar Internasional UNM, Kamis 6 Oktober 2011)

Perkembangan Islam secara mengejutkan berkembang sebanyak 4 kali lipat pasca peristiwa 9/11 di Amerika Serikat. Hal ini dikemukakan oleh imam Shamsi Ali, chairman of moslem foundation of America, di acara seminar Internasional yang diselenggarakan oleh UNM dan berlangsung pada 6 Oktober 2011 di hotel Santika.

Siapakah imam Shamsi Ali sehingga dianggap patut merepresentasikan pandangan-pandangan Islam di Amerika Serikat? Pertama kali saya tahu tentang beliau adalah ketika saya sedang berada di Syracuse, US bersama teman-teman saya di tahun 2009. Tiga dari teman saya bersepuluh menyempatkan diri berjalan-jalan ke NYC pada waktu itu dan yang menemani mereka selama disana adalah imam Ali. Beliau menjemput, memberikan tempat tinggal bahkan mengajak mereka berjalan-jalan. Salah seorang teman saya Donal Fariz, menceritakan kesannya yang sangat positif dan mendalam tentang beliau. Beliau saat itu sudah menjabat imam besar New York dan ditahun yang sama mendapatkan penghargaan Ellies Island Medal of Honor Award, sebuah penghargaan bergengsi dan tertinggi bagi imigran yang berkontribusi terhadap masyarakat Amerika dan dunia. Tapi apa yang dilakukan imam Ali sangat jauh dari kesan orang yang besar yang berjarak. Beliau adalah orang yang sangat egaliter dan tawadhu. Karena ide-ide dan kemampuan menyampaikan gagasannya, bisa dibilang kalo imam Ali adalah tokoh Islam paling berpengaruh di Amerika.

Islamophobia yang selama ini didengung-dengungkan di media menurut imam Ali tidak sepenuhnya benar. Setelah peristiwa 9/11, banyak orang-orang yang tertarik untuk mengetahui segala sesuatu tentang Islam yang pada akhirnya membawa mereka sebagai pemeluk-pemeluk baru Islam. Kaum Yahudi yang terkenal karena lobi-lobinya yang menguasai ekonomi dan kebijakan politik Amerika, disisi lain memiliki tokoh-tokoh yang sangat toleran terhadap Islam. Ketika Islam sedang terjatuh, mereka (para rabbi yahudi) mengatakan bahwa we are / I am now the part of moslem. Dan tentu saja Islam menerima segala keterbukaan ini. Seperti prinsipnya, sesungguhnya agama ini menyeru kita kepada mutual benefit, hubungan yang saling menguntungkan.

Islam Menurut Pandangan Amerika

Adanya ketakutan terhadap Islam setelah nine eleven memang tak bisa dipungkiri. Para pemateri seminar yang terdiri dari para akademisi dan juga Akbar faizal (anggota DPR RI), pada kesempatannya menceritakan tentang susahnya pengurusan visa ke US. bahkan tak sedikit masyarakat yang tak bisa mendapatkan visa. Belum lagi dengan penjagaan bandara-bandara dan bangunan-bangunan penting di US yang begitu ketat. Ini adalah cerita klasik yang biasa kita dengar bagi orang-orang yang pernah mengunjungi Amerika.

Penulis sendiri pernah mengalami secondary inspection waktu melakukan entry point di bandara Chicago pada saat itu yang memakan waktu yang cukup lama. Hal ini menyebabkan saya harus menunggu untuk penerbangan berikutnya. Secondary inspection umumnya jamak dijumpai bagi mereka yang memiliki nama muslim, atau mereka yang berasal dari negara yang umumnya berpenduduk muslim. Tetapi belakangan kebijakan ini diubah.Setelah penangkapan Osama bin Laden, mantan pemimpin Al-Qaeda yang dianggap sebagai musuh Amerika nomer satu, kebijakan secondary inspection kemudian dihentikan.

Akbar faizal pada acara diskusi sempat merasa heran dengan fakta-fakta yang disajikan oleh Imam Ali bahwa kejadian 9/11 selain membuka kotak pandora sesungguhnya membawa hikmah yang banyak bagi Islam. Akbar mengatakan bahwa data-data selama ini yang diperolehnya justru kontra. Menurut research yang beliau baca, justru banyak orang Amerika yang mengatakan bahwa Islam adalah agama yang tidak terlalu baik, bahkan tidak baik sama sekali. Muncul antipati yang besar di tengah-tengah masyarakat Amerika. Tetapi yang dialami dan diketahui oleh Iman Ali justru berbeda dan sulit diprediksi sebelumnya. Katanya, setelah kejadian itu, masyarakat justru berbondong-bondong untuk mencari tahu tentang Islam. Dari semua orang yang belajar dan berdiskusi dengan Shamsi Ali, sekitar 90% yang justru mengkorversi agama mereka ke Islam. Sebuah angka yang tidak sedikit.

Salah satu isu yang pernah menghangat di Amerika adalah pembangunan mesjid yang hanya berjarak dua blok dari ground zero. Dibalik resistensi yang kita dengar dengar cukup hebat bagi publik Amerika, sesungguhnya menyimpan cerita lain dibaliknya. Imam Ali menceritakan, begitu besarnya dukungan dari orang-orang yahudi dan kristiani yang membantu aksi lapangan untuk menuntut direalisasikannya pembangunan mesjid tersebut. Beliau bahkan sempat menanyakan mengapa gubernur New York yang seorang yahudi begitu mendukungnya. Dan apa jawaban yang imam Ali dapatkan? I am not defending you, but I am defending my country. Tampaknya gubernur tersebut dan juga banyak orang lainnya sadar bahwa Amerika dibangun diatas pluralitas dan kebebasan. Bukan diatas kepentingan yang memihak pihak-pihak tertentu semata.

Saya pribadi adalah orang yang sempat melihat langsung pandangan masyarakat Amerika yang menurut kecurigaan kita berbeda sebelumnya. Saat itu setelah selesai solat jumat di Islamic Center di Syracuse, kami didatangi dan diajak oleh orang yang ingin berunjuk rasa berkaitan dengan serangan Gaza di Palestina pada saat itu. Dan tahukah anda bahwa gerakan itu melibatkan semua orang dari berbagai agama, baik itu Yahudi, Kristen maupun Islam. Orang-orang yahudi mengatakan bahwa mereka memang Yahudi, tetapi mereka sangat menentang kebijakan negara Israel yang menyerang perbatasan Gaza semena-mena. Inilah sisi yang banyak tidak kita lihat jika kita tidak mengalami dan merasakannya sendiri.

Walaupun begitu, harus diakui bahwa ada beberapa kebijakan Amerika yang melukai masyarakat Islam. Sebagai contoh, tidak setujunya Amerika yang memiliki hak veto dalam PBB berkaitan dengan kedaulatan Palestina beberapa waktu yang lalu menyebabkan tak sedikit dari kita berang. Inilah yang sebenarnya sedang diusahakan oleh imam Ali dan pemuka-pemuka agam Islam lainnya untuk membangun komunikasi dengan orang-orang yahudi. Karena kendali Yahudi di Amerika sangat mighty, maka usaha yang paling rasional adalah mendekati mereka.

Dilain sisi, maraknya aksi kekerasan oleh orang-orang yang mengatakan diri mereka muslim menjadi salah satu penghambat besar bagi penetrasi Islam dan restorasi citra Islam. Banyak video-video yang dikonsumsi oleh publik Amerika yang menggambarkan aksi kekerasan yang menyimpang dari ajaran agama Islam. Inilah yang menjadi PR besar bagi kaum muslim di sana untuk menjelaskan bahwa apa yang mereka lihat itu tentu saja tidak mewakili. Mereka adalah kelompok sempalan yang menginterpretasikan agama seenaknya secara parsial. Oleh karena itu, dalam memandang agama ini haruslah secara komprehensif dan tidak berdasarkan asumsi semata.

Posisi Indonesia

Indonesia adalah merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar dan negara demokrasi terbesar ketiga setelah India dan Amerika. Tetapi apa yang bisa dilakukan dengan status ini? Jawabannya adalah ternyata tidak banyak yang bisa kita lakukan.
Sejauh ini, Indonesia masih bergelut dengan isu intoleransi beragama yang terjadi dimana-mana. Kasus bom di solo dan kasus pemboman sebelumnya tidak bisa dilepaskan dari citra Islam. Oknum-oknum ini yang membawa dalil dan bendera agama Islam mau tidak mau menciptakan pencitraan yang buruk. Walaupun kita tahu bersama bahwa Islam adalah sama sekali bukan agama yang membawa pedang dalam berda’wah. Islam bukanlah agama yang memaksakan ideologi atau ajaran-ajarannya.

Saat ini indonesia masih berupaya untuk memberantas kelompok radikal yang kerap menciptakan teror di masyarakat. Hal ini tentu saja seiring sejalan dengan misi Amerika Serikat. Bentuk konkrit dari pemberantasan ini dapat kita lihat dengan dibuatnya RUU Intelejen. Upaya untuk meminimalisir aksi terorisme di indonesia masih mangalami kendala diberbagai sektor.

Menurut hemat penulis, salah satu yang paling mungkin dilakukan untuk berpartisipasi aktif adalah dengan berpenetrasi ke ranah pendidikan di Amerika. Sebagai contoh, banyak Asian Studies di universitas-universitas di Amerika yang bisa digarap dan dijalin kerjasamanya dengan pemerintah Indonesia. Indonesia bisa mengirimkan para moslem scholars ke universitas-universitas di Amerika, mengajarkan kebudayaan indonesia, dan tentu saja mengenalkan Islam kepada mahasiswa-mahasiswa. Kampus adalah merupakan tempat yang paling tepat untuk memberikan pengajaran dan pemahaman.
Indonesia sebagai bangsa tampaknya masih agak sulit untuk memberikan pengetahuan ke publik Amerika bahwa Islam datang sebagai rahmat bagi sekalian alam. Secara konkrit, yang bisa dilakukan adalah individu-individu muslim dimanapun berada, khususnya di Indonesia. Imam Shamsi Ali dengan ke-tawhadu-an, kedalaman ilmu dan kemampuannya untuk berkomunikasi secara akomodatif adalah merupakan contoh konkrit kontribusi seorang anak bangsa. Imam kelahiran Kajang ini telah dan sedang berpartisipasi aktif bagi kemajuan muslim di Amerika.

Kita sebaiknya tidak terlena dengan label demokrasi dan muslim terbesar kita, karena yang dibutuhkan adalah tindakan nyata. Sudah menjadi kewajiban kita bagi setiap muslim untuk belajar tentang Islam. Pelajaran ini tentu saja kemudian harus dijewantahkan dalam bentuk akhlak. Dengan begitu, tentu saja diharapkan banyak masyarakat Amerika yang melihat Shamsi Ali Shamsi Ali yang berikutnya yang membawa wajah Islam yang sebenarnya dan memperbaiki perspektif masyarakatnya.

Wallahu a’lam bishshwab.

Minggu, 11 September 2011

9/11 : Opening Up Pandora’s Box


The attacks of 9/11 has spawned tremendous aftermath. It takes a very long period for the people in the Unites States to get recovery from the massive shock. America, which has become the most powerful country for decades , was discredited by its failure of guarding its supremacy. It was because the terrorist said to be success to demolish two important buildings; WTO-the symbol of economic power of America and Pentagon-the symbol of national defense of America. Thus, none has ever predicted if this invasion could ever be executed.

Aftermath

Al-Qaeda who admitted its involvement in that one of the horrible moments for American people in particular, and even for world people, has become the most targeted terrorist organization from the time that attack happened. Since the attack, America began ‘War on Terror’ where impinging many aspecs of securitiy issues. The policies are immediately created to tighten surveillance. Not only a strong security, but USA also agressively invaded Afganistan as a breeding place of terrorists and Iran under suspicion of nuclear weapon possession.

The other policiy , for instance, is secondary inspection in all international airports in America. If you have a moslem-sound name, or you come from a country where moslem is majority, it is most likely you will be included on that inspection. Likewise, it will not easy for those moslems people to get visa to go to USA if they have that sort of name.

The (Probable) Hidden Truths

Obama said, after the successsful arresting operation of Osama bin Laden, America becomes stronger and on the contrary, the Alqaeda’s party is weaker. The arrest of Osama, however, arouse speculation among people. The death body of Osama was never showed in front of public and media.

The incredulity of most American’s terror-related actions has grown since the attack. The existence of Alqaeda even for some people is still questioned. It is only a ruse of America government to get scape goat blamed on. Furthermore and probably the worst deception if it is true, Some people believe if the 9/11 attack is the design of USA itself. Some scientists believe if the destruction on the buildings could only happen if there are severeal bombs that are prepared beforehand. The fire and the explosion could not occur if it was merely caused by the crashed planes.

The further question that can arouse is, where were the 4000 Jew descendants who were working there at the time? All them just suddenly dissapeared before the attack. Does it make a sense if coincidentally all jew descendants are absent at the same time when attack happened?

Pandora’s Box

It has been ten years after September 9 making horrendous reaction towards people on the world. 9/11 has opened up pandora’s box in multifaceted aspects. Inevitably, one of the most wretched victims is Islam. Islamophobia has grown due to the invasion of 9/11. Many people misinterpret the teachings of Islam afterward. Many people suddenly made an oversimplification if Islam is a violent religion. Moslems are viewed scornfully and always be suspected whetever they go. Quran as a holy kitab is said to be an evil book and should be demolished.

Moreover, this occasion was used by America and several European countries to made invasion over Irak’s government with nuclear weapon as a center reason, which,of course was eventually not proven at all. Again, they also sent their troops to Afganistan by means of security reason. These all reactions as traumatic responses, on the contrary just creating antipathy instead of sympathy over America and its allies.

There are so many agendas should be accomplished to straighten all deviations caused by 9/11. Moslems have to restore Islam’s image as a peacefull and blessed religion. On the other hand, America also should recover all destruction that they has made. America has to be responsible with all military actions and quickly take away every single concealed political and economic interest with ‘War on Terror’ as a reason.

Memeto Chocolatos

Makassar, 9/11/11

Jumat, 17 Juni 2011

Apa yang Bisa Dipelajari dari Kelas-Kelas di Sekolah Informal

Semua harus hidup dalam tata krama suatu siklus. Tata krama–tata krama menjadi pedoman dalam wilayahnya masing-masing dan menjadi arus utama. Dia menjadi penting, dan sadar atau tidak sadar, selalu dinggap sebagai suatu kepemilikan bagi orang-orang yang yang hidup didalamnya.

Sekarang, mari kita bersepakat kalau pendidikan adalah sebuah siklus. Di Negara kita, tata krama dunia pendidikan secara konsep disusun dengan begitu tangguhnya dengan revisi-revisi yang terus diremajakan secara reguler. Semuanya melibatkan pakar, semuanya melibatkan orang-orang terdidik. Pada level ini, semua sistem dan materi yang diatur, secara komprehensif bersifat definitif. Dengan berbekal analisis dari penemuan sebelumnya yang dijadikan acuan dasar kemudian ditarik satu garis paralel untuk menentukan kebijakan pendidikan untuk tahun-tahun mendatang. Kebijakan ini yang mengatur keseluruhan tata cara penerjemahan konsep ke wilayah pengeksekusian proses didik mendidik yang berada dalam sebuah siklus yang selanjutnya menjadi kepemilikan pelaksana pendidikan: guru dan fasilitator.

Mengapa dimiliki? Karena batasan untuk berimprovisasi ambigu, sedangkan batasan untuk berpedoman sangat jelas tertuang. Wilayah ini bukan hanya berada pada cara mengajar, tetapi juga mencakup semua hal-hal yang sifatnya teknis yang seringkali menuntut keseragaman. Sebagai contoh, penyeragaman waktu belajar yang tak ada tawar menawar. Semua telah teragenda dengan begitu padat sehingga materi yang berpotensi untuk dikembangkan atau kemampuan siswa yang berpotensi untuk dikembangkan dibatasi ruang geraknya. Dalam prakteknya di lapangan, tenaga pengajar akui atau tidak diakui sangat berpedoman dengan rancangan produk pemerintah. Padahal merekalah yang sesungguhnya memahami murid, memahami socio-kultur lingkungan belajar. Contoh yang lain adalah mengenai sistem yang menjadikan semua yang terlibat dalam dunia pendidikan menjadi mesin-mesin administratif. Sebagai contoh, sebuah sekolah atau kampus yang ingin memberikan pencitraan yang baik akan sangat sibuk berkutat dengan hal-hal administratif yang dipersyaratkan oleh birokrasi. Akreditasi sebuah sekolah dalam laporannya akan memberikan data-data tenaga pengajar yang tampaknya diatas kertas sangat menjanjikan sehingga tim assessor tampaknya akan sangat bodoh jika meragukan kualitas sekolah yang bersangkutan. Dalam prakteknya, telah menjadi rahasia umum, bahwa ternyata kebanyakan data-data yang diserahkan tersebut adalah merupakan laporan fiktif.

Tetapi yang kurang tepat dalam hal ini bukan semata-mata sistem itu sendiri. Tapi sebenarnya masalahnya berakar pada pengawalan dari sistemnya. Tenaga pengajar yang benar-benar berdedikasi penuh dengan profesinya akan memanifestasikan seluruh kemampuan dan kesediaannya untuk perkembangan peserta didik. Seyogyanya penerjemahan kurikulum tidak seharusnya sekaku yang kita lihat pada hari ini. Banyak target yang ingin dicapai sesuai dengan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Tetapi pendidik selalu menerapkan standar ganda yang kadang merugikan peserta didik. Untuk keperluan administratif, mereka membuat RPP sesuai dengan interpretasi mereka dengan pengeditan seperlunya terhadap rancangan yang sudah ada. Pada prakteknya di lapangan, apa yang dituliskan ternyata tidak dilakukan dengan sebenar-benarnya. Guru dan para dosen hanya mengikuti materi yang telah dirangkum oleh buku-buku teks. Pelaksanaan ini sungguh jauh dari harapan proses pembelajaran yang ideal.

Pare: Sebuah Perkampungan Bahasa Inggris atau SMART yang Membuat Orang-orang Merasa Tampak Bodoh

Pada bulan Januari – Februari kemarin, saya menyempatkan diri ijin dari tempat mengajar saya dan berangkat ke Kabupaten Kediri, Jawa Timur tuk memperdalam Bahasa Inggris di sebuah perkampungan yang berada di Kecamatan Pare. Perkampungan ini selama berpuluh tahun telah menjadi tempat untuk mempelajari bahasa Inggris bagi orang-orang yang berasal dari banyak daerah di Indonesia. Bahkan dalam perkembangannya, peminat orang-orang yang kursus sekarang tidak hanya berasal dari pulau-pulau di Indonesia. Beberapa peminat bahasa Inggris yang berasal dari Negara tetangga Malaysia juga tercatat di beberapa tempat kursus. Dalam satu kecamatan tersebut terdapat dua ratusan lebih tempat kursus yang teridentifikasi dan mendapatkan persetujuan pengelolaan dari Dinas Pendidikan setempat.

Pare adalah tempat yang benar-benar terkonsentrasi untuk memperdalam bahasa Inggris. Walaupun ada satu atau dua tempat kursus bahasa asing lainnya seperti Korea, Jepang hingga Mandarin, tetapi sampai sejauh ini, para pendatang yang datang untuk belajar hanya mengetahui bahwa Pare = Inggris. Kadang saya melakukan survey kecil-kecilan dan menayakan apa yang sesungguhnya memotivasi teman-teman yang menuntut ilmu disana untuk memilih Pare. Kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa, yang praktis telah belajar Bahasa Inggris minimal 6 tahun di bangku-bangku sekolah. Jika ada yg mulai belajar dari sekolah dasar, berarti total waktu yang dihabiskan adalah selama 12 tahun. Jawaban mereka umumnya mirip-mirip. Mereka butuh keahlian berbahasa Inggris untuk menunjang karir mereka, atau mereka ingin melanjutkan studi mereka di luar negeri.

Dari latar belakang pendidikan, saya sendiri adalah seorang sarjana Pendidiakn Bahasa Inggris yang berhubungan dengan bahasa ini selama 4 tahun di bangku kuliah. Ditambah lagi, saya juga sempat mengenyam kursus Bahasa Inggris singkat selama 2 bulan di Amerika Serikat yang dibiayai sepenuhnya oleh pemerintas US. Banyak orang yang menanyakan tujuan saya berangkat kesana dengan pertanyaan yang serupa “memangnya selama ini belum cukup?”. Saat itu saya tidak mempunyai jawaban yang benar-benar meyakinkan bagi setiap orang yang bertanya. Saya selalu mempunyai alasan (excuse) dengan mengatakan bahwa yang akan saya pelajari disana beda, dan saya memang membutuhkan suasana yang kondusif untuk belajar disana.

SMART adalah satu dari sekian banyak tempat kursus di Pare yang melegenda disana. Ketika baru tiba disana dan saya menanyakan ke teman-teman yang telah berada disana sebelumnya tentang tempat yang kira-kira cocok untuk saya belajar TOEFL, mereka umumnya merekomendasikan SMART. Tetapi tanpa melebih-lebihkan, mereka berkata, kalau saya sampai lulus untuk memasuki kelas TOEFL tersebut, maka berarti saya akan menjadi pemegang rekor untuk orang yang bisa lulus di kelas tersebut tanpa melalui kelas-kelas mereka sebelumnya. Di SMART, untuk kelas grammar (TOEFL berada di kelas grammar), ada enam level yang berada dibawah level TOEFL itu sendiri : basic, elementary, pre-intermediate, intermediate, high-class, dan pre-TOEFL. Setiap level, kecuali basic, mengharuskan bagi calon pendaftarnya untuk mengikuti tes. Jika seseorang telah lulus di level pre-intermediate (dimana banyak orang menganggapnya level yang cukup sulit), lantas tidak menjadi jaminan baginya untuk secara otomatis bisa memasuki level intermediate. Mulai dari level intermediate, 3-5 orang peserta kursus sudah dianggap banyak, karena seleksi masuk ke tiap level begitu ketat. Jika ada yang tidak lolos pada suatu level, biasanya mereka untuk sementara waktu mendaftar kursus di tempat lain dan mendaftar kembali pada periode selanjutnya. Tidak berlebihan dikatakan kalau banyak orang yang berlama-lama di Pare hanya karena ingin lolos masuk dan belajar di SMART.

Saya sendiri pada awal mulanya merasa terpecundangi. Karena merasa telah dari Amerika, sudah memiliki nilai TOEFL yang cukup lumayan, serta IPK yang cukup tinggi ketika kuliah dulu, maka dengan optimisnya saya berkesimpulan kalau saya bisa lulus tes untuk kelas tersebut. Untuk bisa lulus, nilai ujian minimum (bukan skor TOEFL) adalah 470, sedangkan nilai saya saat itu adalah 440. Runtuh sudah semua tembok kebanggaan diri saya saat itu. Saya menjadi tampak pandir dihadapan tembok bangunan SMART yang hanya terbuat dari anyaman. Memang secara fisik, SMART adalah tempat kursus yang tampak lusuh. Bangunan seadanya, proses belajar mengajar yang bisa berlangsung dimana saja terutamanya dibawah pohon serta pengajar yang mengajar dengan menggunakan sarung adalah pemandangan yang lazim yang akan didapatkan disana.

Selama seminggu, sambil kursus di tempat lain, saya belajar terus untuk ujian remedy berikutnya sebagai ujian kompensasi bagi pendaftar yang tidak lulus. SMART mengetahui kalau ujian mereka begitu selektif sehingga mereka memberi keringanan untuk memberikan kesempatan mengulang di minggu berikutnya. Setelah belajar yang cukup intens, pada kali keduanya saya berhasil lulus dengan selisih tipis sebanyak sepuluh dari standar yang ditetapkan. Pendaftar untuk kelas ini adalah 2 orang, dan saya menjadi satu-satunya peserta yang lulus untuk periode saat itu. Disana, berapapun yang lulus masuk untuk level tertentu, akan diajar dengan sepenuh hati. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan tempat-tempat kursus lain di Pare yang menetapkan rata-rata minimum 7 orang peserta kursus per levelnya. SMART adalah merupakan tempat pendidikan yang paling mengutamakan “prinsip-prinsip pendidikan yang sesungguhnya” yang pernah saya ketahui. Sampai sekarang saya masih tidak mengerti tentang hitung-hitungan profit yang mereka peroleh. Untuk kelas saya sendiri, ada 3 orang pengajar yang berbeda-beda untuk tiap skill: listening, structure & written expression dan reading. Kursus saya selama sebulan disana hanya seharga Rp. 185.000 dengan 3 kali pertemuan setiap harinya, mulai dari hari senin sampai sabtu dan tiap pertemuannya berlangsung selama satu setengah jam. Jadi kalau dihitung harga untuk tiap pertemuan satu setengah jamnya berkisar Rp. 2.500. Adalah hal yang wajar kalau sampai sekarang ini bangunannya dibangun ala kadarnya dan baju yang dikenakan pengajarnya hanya itu-itu saja.

Selama belajar disana, saya memperoleh ilmu yang banyak sekali. Setiap materi disiapkan dengan begitu matangnya dan saya tidak bisa lebih menekankan lagi untuk mengatakan kalau ilmu yang dimiliki pengajarnya sangatlah luas. Setiap kasus untuk soal yang dibahas dijelaskan permasalahnnya dan bahkan sumber acuannya dijelaskan secara mendetail hingga halaman referensinya. Para pengajarnya tidak membawa buku. Tetapi setiap materi akan dibahas sampai ke akar-akarnya dengan tetap menjunjung tinggi rasa tanggung jawab terhadap keilmuan mereka. Sebuah pemandangan yang jarang ditemui di kelas-kelas formal, dimana guru mengajar dengan hanya memberikan tugas dari buku-buku. Di SMART, mereka mempunyai sistem pembelajaran tersendiri dalam artian, pemberian materi dengan gaya mereka sendiri. Setiap materi selalu diterjemahkan kedalam bentuk bagan-bagan. Pelajaran bahasa Inggris akan tampak sebagai pelajaran hitung-hitungan, rumit, tapi anehnya disukai dan dianggap menantang. Tim pengajar disana betul-betul dituntut untuk memahami materi yang akan diajarkan. Tempat ini mempunyai cara yang unik untuk menginterpretasikan materi.

Disamping hal-hal telah disebutkan diatas, tempat kursus ini juga telah menerbitkan beberapa buku yang dipakai dalam di lingkup Pare. Bukan materi yang dikompilasi atau semata-mata di potong dan ditempel dalam kemasan yang baru dan lain. Tetapi buku-buku yang diterbitkan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan secara isi yang menunjukkan kalau tim pengarang betul-betul memahami apa yang mereka tulis. Institusi ini seakan menyentil sekolah-sekolah formal yang guru-gurunya tidak produktif dalam membuat buku pelajaraan yang sesuai dengan kebutuhan siswa, bahkan menyentil sebagian besar kampus-kampus di Indonesia yang dosen-dosennya tidak produktif atau produktif tetapi plagiat. Tak habis-habisnya kekaguman saya dengan tempat kursus ini.

Keunggulan lainnya yang sulit ditemui di institusi-institusi baik formal maupun non-formal yang ada di SMART adalah evaluasi terhadap peserta didik. Evaluasi ini dilaksakan setiap hari! Perkembangan siswa benar-benar diobservasi dengan jelas dan selalu didiskusikan setiap harinya. Saya sendiri sangat merasakan evaluasi ini. Suatu ketika, ketika saya sedang mencari intruktur untuk kelas reading saya (saya menjadi nomaden selama belajar disana karena tempat yang sangat terbatas). Tiba-tiba instruktur dari kelas lain yang saya bahkan tak tahu namanya menegur saya dengan mengatakan :”masih susah di adverbial clause ya mas?” bahkan instruktur yang tidak mengajar saya sekalipun mengetahui masalah pelajaran yang saya tidak mengerti. Setiap pengajar yang mengajar saya untuk masing-masing skill selalu menanyakan kemajuan saya untuk skill yang lainnya. Motivasi, saran dan ilmu, itu yang tiap hari saya dapat. Jika dulu di salah satu perguruan tinggi Islam tempat saya memperoleh gelar sarjana, memulai pelajaran dengan langsung ke pokok inti materi, maka di SMART, saya memulai pelajaran dengan berdoa dan mengakhiri pelajaran dengan berdoa pula. Tak perlu pengajar yang rupawan atau fasilitas yang mewah untuk membangun nilai-nilai religius siswa atau membangun kewibawaan suatu tempat pendidikan. SMART membuktikan hal itu.

Kelas Sebagai Sebuah Arogansi Tingkatan atau Tempat untuk Mencetak Manusia Cerdas

Pendidikan alternatif menjadi penting di tengah-tengah pendidikan formal yang terlalu berpedoman dengan birokrasi dan cenderung untuk menerapkan politik mercusuar. Kebutuhan siswa dan sekolah tidak dikontekstualkan, karena tenaga pengajar berpacu dengan target pembelajaran. SMART adalah merupakan contoh pendidikan alternatif yang sangat baik dalam hal penyeleksian siswa yang dapat diaplikasikan di sekolah-sekolah formal. Karena adanya rasa kedewasaan untuk mempertanggungjawabkan ilmu, pengajar di SMART tidak akan meluluskan siswa yang memang tidak memenuhi standar. Karena selain akan menghambat si siswa sendiri, juga akan menghambat kemajuan siswa yang lain. Dengan menerapkan kebijakan seperti ini, maka guru juga akan semakin tertantang untuk betul-betul ‘memajukan’ siswa mereka, karena indikasinya akan sangat jelas. Guru tidak boleh menutup mata akan kemajuan siswa dengan melanjutkan terus materi pembelajaran.

Sangat dilematis memang, karena yang menjadi sentral bukan hanya guru, tetapi juga siswa harus berperan aktif. Kesadaran untuk bersungguh-sungguh memang adalah hal yang juga turut dipengaruhi oleh ‘rumah’. Semua yang dibawa siswa dari rumahnya adalah faktor yang cukup dominan dalam pembentukan kepribadian siswa. Tapi yang harus digarisbawahi adalah tidak ada legitimasi yang sifatnya memaksa yang bisa menjadi landasan apakah seorang siswa semangat atau tidak semangat; rajin atau tidak rajin; suka atau tidak suka, yang datangnya dari ‘rumah’. Semua itu dapat diperoleh dari dalam kelas. Seorang guru mempunyai legitimasi yang kuat untuk memberikan saran, perintah, bahkan paksaan untuk kondisi-kondisi pembelajaran. Guru bisa mendesain pemberian tugas-tugas sebanyak mungkin bagi siswa dan berkata kepada siswanya bahwa tugas tersebut sangat penting dalam pemberian nilai. Tepat atau tidak tepat waktu berada dikelas ditentukan oleh guru baik dengan cara memaksa atau dengan cara memberikan panutan. Guru bisa menanamkan semangat menuntut ilmu ke murid-murid dengan pemberian motovasi di tengah-tengah proses belajar. Guru bisa membuat kontrak pembelajaran sendiri, menamkan nilai-nilai keagamaan dengan praktek berdoa sebelum belajar, hingga menanamkan nilai moral, kolektivisme dan kerjasama. Berbenah dari kelas dengan guru yang menjadi pemeran sentralnya adalah kunci dari perubahan kearah yang lebih baik karena guru memiliki legitimasi yang kuat.

Pemahaman aspek-aspek psikologi yang sangat berpengaruh terhadap prestasi siswa walaupun selama ini secara formal-legalistik di mandatkan oleh orang atau tempat sepeti Bimbingan Konseling (BK) atau Penasihat Akademik, (PA) sebenarnya kurang efektif, karena yang paling tahu kondisi peserta didik adalah guru mereka. Guru yang sebaiknya mengobservasi siswa secara telaten dan membuat evaluasi karena setiap siswa sifatnya unik. Evaluasi sangat penting untuk memberikan gambaran langkah-langkah yang tepat untuk berinteraksi dengan siswa atau untuk memberikan saran/masukan kepada siswa. Seorang pengajar sebaiknya selalu melakukan improvisasi-improvisasi terhadap materi yang telah ditentukan, sesuai dengan keadaan dan pemahaman siswa. Keadaan kelas harus benar-benar dipahami oleh guru dan mulai berbenah darinya.

Meskipun demikian, yang paling penting dari pembenahan yang dilakukan oleh seorang guru adalah membenahi dirinya sendiri. Sudah menjadi pengetahuan umum kalau banyak guru yang mengajar yang tidak kompeten dibidangnya. Hal ini salah satunya disebabkan karena sistem perekrutan yang sangat carut marut. Sebagai contoh, penerimaan pegawai guru di Indonesia dilakukan dengan melakukan tes yang isinya seragam untuk semua guru bidang studi yang berbeda-beda. Seorang calon guru fisika akan mendapatkan soal tes masuk menjadi pegawai yang tesnya sama dengan calon guru Bahasa Inggris. Biasanya, materi yang menjadi subjek bagi seorang calon pegawai guru bahkan tidak masuk dalam dalam bahan ujian. Calon guru Fisika dan Bahasa Inggris akan sama-sama menjalani Tes Potensi Akademik, Tes Pengetahuan Umum dan Tes Skala Kematangan. Mereka tidak diseleksi berdasarkan keilmuan mereka, apalagi seleksi dengan menggunakan tes micro teaching. Tidak heran jika tempat-tempat kursus seperti SMART memiliki pengajar-pengajar yang jauh lebih banyak dan berkualitas ilmunya dibanding guru-guru di sekolah-sekolah formal. Apa yang akan dipelajari oleh siswa dalam kelas bahasa Inggris? Apakah pasal-pasal? Apakah pancasila? atau menghitung sisi miring suatu segitiga?

Tata krama dunia pendidikan di Indonesia seharusnya sesekali bercermin dengan tempat-temapat penyelenggara pendidikan alternatif. Undang-Undang Dasar yang telah menjamin bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa adalah hal urgen, harus dikawal dengan penuh tanggung jawab. Tugas kita bersama adalah kembali memurnikan tujuan kita. Pendidikan seyogyanya tidak menjadi lahan untuk mengeruk keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Fasilitas penting, tapi lantas tidak dijadikan sebagai penggerak utama pendidikan. Justru dalam keterbatasan itu sebenarnya menuntut kita untuk menjadi manusia yang kreatif. Karena itu kita harus segera berbenah dari lingkungan terkecil tempat belajar mengajar. Guru yang menjadi masinis pendidikan sudah seharusnya memiliki kualifikasi yang excellent yang bisa menginspirasi siswa-siswa dari ruang kecil yang bernama kelas. Siswa kelas 3 SD sudah seharusnya memiliki ilmu kelas 3 SD. Kelas bukan arogansi tingkatan. Kelas menunjukkan jenjang ilmu siswa. Dan itu semua bergantung dari guru.

Semua aspek pendidikan menjadi penting. Tetapi guru yang berada dalam ruang yang bernama kelas adalah yang sangat penting diantara semuanya. Kualitas pendidikan kita ditentutakan dari sini. Kini saya sudah menyadari alasan mengapa saya sampai harus ke Kediri. Mengapa SMART menjadi guru saya yang begitu menginspirasi. Semoga kita bisa belajar dan berbenah diri.