Rabu, 25 Januari 2012

Renungan Sepeda

Banyak orang yang bilang kalau tempat yang paling sering orang merenung adalah toilet. Sembari melakukan hajatan, kita kadang mengisi waktu dengan semedi. Ya, semedi.

Bagi saya lain lagi. Momen yang paling sering saya gunakan untuk merenung adalah ketika bersepeda. Itulah salah satu alasan mengapa saya suka bersepeda. Saya selalu bisa memperhatikan bahwa hidup ini memang benar-benar dinamis. Saya terbiasa melihat pemandangan yang kontras ketika bersepeda dan membuat saya benar-benar nyaman. Berjalan kaki terlalu lambat dan jarak tempuhnya pendek. Naik sepeda motor justru akan terlalu cepat. Dengan bersepeda, Saya selalu memperhatikan dan menjadi sadar kalo kita manusia sedang bergerak cepat.

Saya senang sekali bersepeda di sekitar hertasning baru dekat rumah saya karena pemandangannya yang sudah saya sebutkan tadi, Kontras. Karena kawasan ini adalah kawasan yang sedang berkembang, maka kita akan menemui banyak bangunan baru dengan setting lahan sawah dibelakangnya. Kita akan menemui beberapa rumah panggung yang sudah lusuh diantara perumahan-perumahan kelas kakap dan kelas menengah. Efeknya benar-benar dramatis.

Ketika bersepeda, saya selalu berpikir, hanya dalam waktu kurang dari 5 tahun mulai dari pembuatan jalan raya, perubahan yang terjadi sudah seperti ini. Bagaimana dengan sepuluh tahun kedepan? apakah para petani disitu akan menjual semua lahannya kepada pihak yang membeli paling tinggi dan beralih mencari pekerjaan yang lain? Apakah semua pemandangan hijau yang hari demi harus mengalah dengan timbunan tanah dan akan berganti menjadi pemandangan rentetan bangunan-bangunan beton? Saya tak tahu, tapi saya punya kecurigaan besar dan sangat kuat akan hal-hal tersebut.

Saya selalu heran dengan zaman informasi ini. Apakah informasi tentang banjir dan tanah longsor tidak cukup menjadi pelajaran bagi kita sekalian semua. Apakah sudah separah inikah kaum bermodal kita. Tak punya lagi empati dan simpati kepada alam. Apakah memang pemimpin kita akan terus-terusan menutup mata. Ada usaha-usaha yg biasa dilakukan pemerintah kita, tapi kebanyakan usaha-usaha yang minor. Katanya menanam seribu pohon, tapi. Ternyata tidak ada pemeliharaan terhadap pohon-pohon yang telah ditanam. Semua terasa sebagai penuntasan agenda semata. Nah sekarang yang salah ini sebenarnya siapa? Informasi atau orangnya?

Manuasia atas nama kepuasan tentu saja akan melakukan berbagai cara untuk memenuhi nafsunya. Eh maaf, maksud saya hanya sebagian manusia. Kita selalu melihat potensi ini. Potensi untuk tidak pernah puas. Akibatnya eksploitasi alam dibenarkan untuk pemenuhan hasrat-hasrat kita. Kita lupa membaca kitab-kitab suci kita yang mengatakan kalau telah terjadi kerusakan di laut dan di daratan akibat ulah manusia. Kita amat menghargai hak-hak kita sebagai manusia bahkan selalu over dosis dan kemudian melupakan kewajiban kita untuk menjaga alam. Atau kita melupakan hak alam itu sendiri.

Nafsu ada yang baik dan ada yang jahat. Mengikuti manusia tidaklah disarankan, karena sudah dikatakan kalau manusia adalah makhluk yang pelupa. Beda dengan para nabi atau para bijak bestari yang juga manusia. Tapi bedanya, mereka manusia spesial. Manusia super. Manusia yang sudah multidimensi. Mereka selalu berguru dengan alam, dan tentu saja dengan wahyu-wahyu tuhan yang diturunkan kepada mereka. Mereka adalah manusia yang tangguh, yang kontras dengan manusia kebanyakan di sekitar mereka.

Pilihan akan menjadi sulit dengan lingkungan yang tidak mendukung. Orang bermodal tentu saja akan berkompetisi dengan sesama mereka, sesama pemodal. Para santri di suatu pondok pesantren biasanya akan berlomba-lomba dalam menghapal Alquran. Para artis tentu saja akan berlomba-lomba dalam tampil secantik dan seganteng mungkin. Seorang mahasiswi tidak akan terlalu pusing memikirkan tas Donini yang dipakai oleh seorang selebriti, karena ia tak bergaul dengan selebriti itu. Dia akan berkompetisi di lingkarannya. Jadi lingkungan tentu saja berpengaruh besar terhadap apa yang menjadi target kita. Apa yang menjadi cita-cita kita.

Lagi, bersepeda disekitar rumah membuat saya selalu bisa melihat hamparan sawah yang hijau. Saya bahkan bisa melihat orang-orang menanam sawah dengan begitu rapih dan telatennya. Hijau itu memang baik. Hijau itu memang menyegarkan. Tugas sawah selalu sangat sederhana. Tumbuh berkembang menghijau, kemudian menguning dan menghasilkan padi. Membuat kita iri melihat sawah yang tak pernah iri melihat tetangganya, lingkungannya. Sangat beda dengan kita yang telah menjadi manusia-manusia administrasi, manusia-manusia birokrasi, manusia-manusia yang terikat dengan aturan-aturan formal. Tugas kita juga sangat kompleks karena ditambah beban posisi, harga diri, ingin dipuji orang dan hidup dalam persepsi orang lain. Tugas sawah sangat sederhana dan dia tak pernah melupakan tujuannya untuk apa dia hadir.

Selain meratakan perut saya yang semakin buncit, saya juga dapat bonus merenung dari bersepeda. Dan saya sangat menikmatinya :D

Catatan Evernote saya yang kedua
memetolicious.blogspot.com

Jumat, 20 Januari 2012

Mengapa Banyak Wanita yang Melepaskan Jilbab



Mengapa banyak wanita yang melepaskan jilbab? Ini mungkin pertanyaan yang biasa tersimpan di benak kita. Disini saya akan mencoba membahas masalah ini berdasarkan pengalaman saya dengan teman-teman saya.

Saya dulu berkuliah di universitas muhammadiyah makassar. Dikampusku ini, setiap mahasiswinya diharuskan untuk mengenakan jilbab. Banyak yang memang sebelum masuk kampus sudah berjilbab, dan banyak juga yang tidak mengenakan jilbab sebelum masuk di Unismuh (Universitas Muhammadiyah Makassar). Untuk yang golongan kedua tadi, tidak mengherankan kalau pas ketemu diluar kampus, mereka akan berbusana tanpa jilbab mereka. Mereka selalu beralasan kalau mereka menggunakan jilbab di kampus untuk mematuhi peraturan semata, bukan keinginan sendiri. Tapi yang cukup memprihatinkan, biasanya perempuan yang memang telah mengenakan jilbab sebelum masuk kampus akan ikut-ikutan juga untuk berbusana tanpa jilbab ketika berada diluar kampus. Mereka ikut-ikutan dengan teman mereka.

Salah satu alasan yang paling sering kita dengar ketika seseorang tidak berjilbab adalah bahwa mereka belum mendapatkan hidayah. Atau, katanya, mereka belum mendapatkan dorongan dari diri mereka sendiri. Pertanyaannya sekarang adalah apakah ada yang mengetahui kapan datangnya hidayah? Hidayah dalam agama adalah perkara yang gaib. Datangnya tidak dapat diantisipasi atau dikenali. Maka kalau anda berdalih menunggu hidayah, maka anda mengetahui perkara yang gaib, sedangkan perkara yang gaib itu bukan milik manusia. Kemudian mereka berdalih juga bahwa mengenakan jilbab itu harus datang dari keinginan diri sendiri. Disini kita harus kembali lagi melihat posisi kita sebagai hamba. Kita adalah makhluk yang hidup dalam sunnatullah, hidup dalam aturan-aturan. Sang Pencipta menyuruh kita untuk mengenakannya, maka kenakanlah. Apakah anda pernah ketika masuk sekolah mengatakan saya tak mau pakai seragam kalau itu bukan keinginan dari dalam diri saya sendiri. Saya tak mau mengenakan putih abu-abu, tapi saya mau mengenakan pink kuning untuk seragam saya dengan belahan dibagian dada???

Ada juga yang aneh-aneh. Biasanya datang dari kaum liberal. Katanya jilbab itu harus dikontekstualkan. Katanya, di arab memang banyak padang pasir atau badai pasir, jadi menutupi diri dengan jilbab adalah tindakan yang paling ideal. Orang-orang sempalan ini selalu melihat agama dari hawa nafsu mereka. kegemarannya adalah mengakal-akali agama. Modal mereka yang paling besar adalah retorika, bukan pemahaman mereka yang mendalam tentang agama. Mereka menentang para ulama yang memang hidupnya dicurahkan untuk mempelajari dan menyebarluaskan ajaran agama. Jadilah kita manusia yang hobi mencari-cari alasan ini bersepakat dengan mereka.

Mengapa banyak yang melepaskan jilbab setelah sebelumnya mereka mengenakan jilbab? Jawabannya adalah sederhana. Lingkungan mereka. Jika mereka bergaul dengan orang-orang yang memang tak paham agama tapi pintar beretorika, selalu bertanya-tanya hingga terkesan menyudutkan, maka kemungkinan besar sipengguna jilbab akan melepaskan jilbabnya. Orang-orang seperti ini memiliki filter yang tidak cukup dan kadang-kadang konyol. Konyolnya kenapa? Ketika seseorang menanyakan dia kenapa mengenakan jilbab, apa landasannya, apakah ilmu agamamu sudah bagus, terus dia tak bisa menjawabnya, maka dia langsung menyalahkan dirinya bahwa dia belum pantas mengenakan jilbab. Dia malah enggan untuk belajar lebih dalam tentang agamanya. Memangnya kamu akan tau apa itu agama dan aturan-aturannya ketika kamu tidak berusaha mencarinya? Apakah melepaskan jilbab lantas membuatmu lebih baik? Yang salah bukan jilbabnya, tapi cara berpikir anda. Apa salahnya jika sambil anda berjilbab, anda memperdalam ilmu agama anda?

Yang salah juga adalah kencenderungan kita untuk mencampuradukkan antara apa yang kita ketahui dengan apa yang tidak kita ketahui. Atau mencampuradukkan hal-hal yang tidak berhubungan. "Perbaiki dulu akhlakmu, baru mengenakan jilbab", adalah kata-kata yang biasanya terlontar dari orang-orang jahil. Memangnya berhubungan ya? Jilbab itu kewajiban. Akhlak itu sesuatu yang harus ditingkatkan terus menerus. Lakukanlah kewajiban anda kemudian perbaiki kualitas diri anda. Yang namanya kewajiban, ya tidak boleh ditinggalkan.

Pernah suatu ketika saya juga sedang bersama-sama teman saya yang sudah cukup berumur. Seorang ibu-ibu saat itu kebetulan membawa anaknya yang sudah bersekolah di SMP dan mengenakan jilbab. Terus ada teman saya yang lain, seorang ibu juga dan juga mengenakan jilbab berkata "kok cepat sekali mengenakan jilbab? Kalo seumuran kamu tak apa-apa tak mengenakan jilbab. Kan masih anak-anak, nikmati dulu." ???? Bagiku, itu salah satu pernyataan yang paling bodoh sekaligus paling menyesatkan yang pernah kudengar. Anak itu tentu saja masih labil, dan info dungu seperti ini pasti akan memberi efek yang sangat besar bagi dia. Apalagi kata-kata itu terlontar dari mulut seorang yang mengenakan jilbab juga.

Seperti ucapan seorang ulama salaf, sekarang ini umat sedang diperhadapkan dengan perang ideologi. Oleh karena itu ambillah ilmu, tapi perhatikan sumbernya. Lakukanlah imitasi buat hal-hal yang memuliakan, bukan menjerumuskan. Yang tak kalah pentingnya juga adalah lingkungan anda. Sekuat apapun batu kalau terus-menerus ditempa dengan air hujan, maka akan bolong juga. Prinsip hidup ini selalu mengikuti logika hukum alam ini.

Berjilbab itu kewajiban. Menuntut ilmu itu kewajiban. Yang paling merugi adalah mereka yang sudah mengenakan jilbab kemudian melepaskannya. Biarlah kita bodoh, yang penting kita mau belajar. Jangan semakin membodohi diri sendiri dan mengikuti hawa nafsu.

(catatan Evernote saya yang pertama)
memetolicious.blogspot.com