Selasa, 01 November 2011

Hidup Dalam Mediokritas







Saya mungkin amnesia!


Suatu siang di hari Jumat, pak ustad berceramah banyak tentang usaha-usaha manusia di muka bumi ini. Salah satu yang poin yang bisa saya notice adalah tentang penggunaan materi yang selama ini susah payah kita usahakan. Kata-katanya bagus sekali : harta adalah media untuk beribadah kepada-Nya. Satu lagi alarm kesadaranku yang tiba-tiba berdering.


Yang paling susah bagi manusia seperti kita adalah karena manusia, seperti yang dikatakan dalam Al-Quran, adalah makhluk yang pelupa. Sungguh sangat susah untuk meresapi dan menghadirkan ajaran-ajaran yang telah kita ketahui ketika kita sedang beraktifitas. Saya mencari uang sebanyak-banyaknya dan tak pernah mengingat hakikat saya mencari uang. Padahal saya sudah berulang-ulang kali membaca ayat yang berarti: “dan tidak Kuciptakan jin dan manusia kecuali hanyak untuk berib adah kepadaKu”. Nah, kesadaran akan ayat inilah yang sulit kita kunjungi kembali ketika sedang melakukan sesuatu.


Pagi itu ketika saya sedang bersepeda di sekitar jalan Pettarani, saya tiba-tiba bertemu dengan kenalan ketika training pengajaran bahasa inggris untuk mahasiswa kebidanan. Dia seorang ‘kakak’ usia berkisaran tigapuluhan yang selalu memanggil saya saya ‘dek’ dengan gerakan tangan yang selalu menyentuh lawan bicaranya ketika menyebut nama. Namanya kak Yusran. Dia seorang dosen di FKM Unhas dengan pendidikan terakhirnya yang diselesaikan di Belanda. Jika anda bertemu dengan orang ini, maka anda akan menangkap kesan orang yang mudah bergaul dan sangat rendah hati. Kak Yusran juga adalah tipe orang yang selalu memberikan motivasi kapanpun dia mempunyai kesempatan untuk melakukannya.


Karena berhubung kami sama-sama akrab dalam dunia pencarian beasiswa keluar negeri, jika ada kesempatan, maka kami pasti selalu menyinggung topik itu. Nah saat itu, kami sedang berbicara tentang beasiswa yang sedang saya usahakan. Saya bilang kalau beasiswa ini sayangnya non-degree, karena saya belum dapat untuk program master-nya. Si kak Yusran ini tiba-tiba melontarkan pertanyaan: apa tujuan manusia hidup? Saya spontan saja menjawab mendapatkan kebahagiaan. ‘Itu keliru’, kata kak Yusran menyanggah. Tujuan manusia hidup sebenarnya adalah untuk beribadah kepada-Nya. Dalam hati, saya berkata bahwa tujuan beribadah kan untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat. Lagipula, sebenarnya saya juga mau menjawab itu, tapi entah kenapa yang keluar dari mulut saya adalah hal yang lain. Tapi saya tidak melakukan pembelaan saat itu.Kak Yusran lantas melanjutkan nasihatnya. Mencari karunia Allah hanyalah sarana untuk beribadah kepada-Nya. Katanya, kalau saya mendapatkan beasiswa dan berangkat tahun depan, maka sesungguhnya itu adalah karunia-Nya, dan itu hanyalah sarana untuk beribadah kepada-Nya. Maka apapun karunia itu, saya harus syukuri.


Jika dipikir-pikir lagi, ternyata saya amnesia di hampir segi aspek kehidupan saya. Saya belajar, sekolah dan ingin mendapatkan title professor, tapi saya lupa apa tujuan saya menuju kesana. Saya mencari derajat, status sosial, tapi lupa untuk siapa derajat saya nantinya saya ingin tunjukkan. Atau bahkan, derajat macam apa yang saya cari. Saya menjaga kesehatan, tapi saya lupa untuk apa kesehatan saya nantinya dipergunakan. Saya makan dan minum, tapi lupa untuk apa energi saya nanti gunakan. Jangan-jangan saya juga lupa untuk apa saya bernapas dan dari mana udara yang saya hirup? Oleh karena itu, mungkin disinilah pentingnya dzikrullah, mengingat Allah SWT. Tampaknya kita harus melakukan perulangan-perulangan dalam melakukannya agar benar-benar bisa melekat disetiap detak aktifitas kita. Karena sekali lagi, kita adalah makhluk yang pelupa.


Hal ini pulalah yang membawa pikiran saya untuk konsep hidup yang sedang-sedang saja. Berada ditengah-tengah, seperti agama ini. Mudah-mudahan saya mencari uang semata-mata sarana untuk beribadah kepada-Nya. Dengan begitu, saya tidak perlu untuk menjadi orang yang kaya sekali, tetapi tidak juga miskin. Ingatkah kita ketika Rosul di pagi hari menanyakan kepada Aisyah, apakah hari itu ada makanan atau tidak. Yang kemudian karena tidak ada, maka Rosul pada hari itu memutuskan untuk berpuasa. Padahal bukankah Rosul adalah seorang pedagang? Mudah-mudahan saya bisa menjaga kesehatan untuk beribadah, menyembah. Bukan menjaga kesehatan dengan olahraga yang berlebihan dan tujuan yang juga berlebihan. Mudah-mudahan saya bisa mendapatkan status sosial di masyarakat, cukup dengan predikat ‘orang baik-baik’, sehingga saya tidak menjadi orang ambisius dalam memperoleh jabatan atau kedudukan. Mudah-mudahan saya bisa mendapatkan banyak ilmu pengetahuan, untuk kemaslahatan ummat. Bukan ilmu yang sifatnya remeh temeh.


Itu adalah doa-doa saya.


Dunia menawarkan banyak hal yang terus berkembang. Pilihan akan menjadi tak terbatas. Hidup di area yang tengah-tengah tampaknya menjadi pilihan yang terbaik. Sampai kapan dan sampai kemana kita untuk menjadi unggul di antara manusia-manusia yang lain? Oleh karena itu, di hidup yang pendek ini, kita sebenarnya sedang diuji untuk memilah-milah hal yang substansial. Pilihlah ilmu yang akan bermanfaat sebagai karir dan juga akhirat anda. Hiduplah dengan berkrompomi dengan masyarakat sosial anda. Lakukanlah aktifitas yang bukan menurut anda benar dan menyenangkan, tapi carilah teladan dan bentuk diri anda. Cari lingkungan yang terbaik bagi anda. Posisikan diri kita di tengah-tengah. Jadilah orang yang selektif dalam mencari ilmu, seperti ucapan salah seorang ulama salaf yang mengatakan: di dunia ini banyak sekali ilmu. Maka pelajarilah ilmu yang akan membawa ke kebahagiaan yang kekal dan menjadi penyelamat bagi kita. Karena ketidakhadiran ilmu akan bermuara pada malapetaka.


Memang yang harus dilakukan dalam hidup adalah banyak bersabar dan pandai-pandai bersyukur. Kemaksiatan akan teratasi jika kita termasuk orang yang sabar dalam melakukan kemaksiatan. Kita harus percaya kalau kesabaran kita untuk tidak berbuat buruk akan mendapatkan reward nantinya. Melihat tetangga yang lebih subur rumputnya akan bisa teratasi dengan bersabar. Sabar akan membuat kita tidak amnesia. Syukur juga akan membuat kita tidak amnesia. Tapi yang paling penting dari semua ini adalah ilmu. Ilmu akan benar-benar menjaga kita untuk tetap di koridor yang sesuai.


memetolicious.blogspot.com
FB: Muhalim Dijes
Twitter: @memetolicious

Tidak ada komentar: