Rabu, 17 Maret 2010

Jangan Menganggap Masalahmu Terlalu Rumit dan Karena Hidup Bercerita Tentang Kehilangan

Siang ini, seperti biasa, solat duhur saya lewatkan di mesjid kampus. Setelah solat, sambil duduk memakai kembali kaos kaki dan sepatu untuk segera beranjak,tiba-tiba saya berjumpa dengan teman-teman seangkatan yang masih berkutat dengan skripsi mereka. Kami langsung melakukan pembicaraan ringan. Saya sendiri cukup beruntung, karena telah menyelesaikan studi saya lebih awal beberapa bulan dibanding mereka.

Setelah bercerita, kemudian teman saya yang ikut bersama mereka tiba-tiba keluar dari mesjid dan berkata kalau tasnya hilang. Masyarakat kita, budaya yang masih primitif, homo homini lupus. Kelhilanagn barang, bahkan ditempat suci seperti mesjid. Sebenarnya, pengumuman berita kehilanagn itu telah saya dengar beberapa sebelumnya yang diumumkan melalui corong mesjid. Tapi saya sama sekali tak menduga kalau yang kehilangan itu adalah teman saya. Sejenak kami bercerita tentang kemungkinan-kemungkinan untuk mengatasi semua masalah itu. Karena masalah yang sangat parah adalah, laptop dan skripsi yang baru saja di tanda tangani oleh dosen pembimbingnya, serta semua berkas-berkas administrasi yang sangat lama untuk diurus lenyap begitu saja. Belum lagi, soft file untuk skripsinya, semua ada di komputer pribadi miliknya itu.

Beberapa lama merasakan keintiman dengan musibah yang sprektumnya juga mempengaruhi kami, kemudian, teman saya yang kehilangan dengan elegannya berkata “itulah hidup, semua pasti akan hilang”.

Harus kuakui, kalau sekarang adalah salah satu masa-masa sulit yang sangat membebani bagiku. Sehabis kuliah, walaupun predikat kelulusan yang memuaskan, tidak lantas menjadi jaminan kalau masa depan akan cerah. Apatahlagi standar yang saya inginkan untuk pekerjaan cukup tinggi. Walaupun telah ditawari pekerjaan, tetapi sebenarnya ekspektasi saya tentang pekerjaan sangat tinggi. Banyak orang yang mengatakan kalau saya adalah orang yang beruntung. Tapi kenyatannya, kepala ini tidak pernah berhenti berpikir tentang pekerjaan yang lebih bagus. Pekerjaan yang kuidamkan dan tentunya bisa membahagiakan dan membanggakan orang tua. Salah satu bukti kalau keinginan dunia tidak akan pernah ada habisnya.

Bisa dikatakan kalau sekarang ini, kegamangan adalah nada-nada yang menghiasi hari-hariku belakangan ini. Tapi hari ini, saya dapat pencerahan lagi. Tuhan akan selalu memberikan pelajarannya, dengan satu atau banyak cara. Kata-kata yang diucapkan temanku adalah kata-kata bijak yang selalu kita dengar. Tetapi, acapkali, sistem mental kita terlalu berfokus pada diri kita yang menjadi pusat gravitasi. Berpusat pada permasalahan-permasalahan pribadi, semacam autis. Kondisi yang selalu menjadi momok, yaitu harus dapat kerja, menjadi stimuli yang semakin memperparah ketidakstabilan emosiku yang biasanya lebih banyak dipendam. Hal ini membawa efek yang cukup buruk bagi saya. Merasa seolah-olah, sayalah yang punya permasalahan yang paling tidak diinginkan sejauh ini.

Saya sangat bersyukur, karena musibah teman saya yang tidak terjadi pada saya. Salah satu fitrah manusia yang tentu saja ingin yang baik-baik pada dirinya. Tapi kita (manusia) juga diberikan hati untuk berempati terhadap sesama dan mengambil pelajaran darinya. Kejadian ini memberikan sesuatu yang pasti pada diri saya, bahwa masalah apapun yang kamu hadapi bukanlah berarti bahwa duniamu akan kiamat. Sungguh sangat banyak manusia dilingkungan sekitarmu dan percaya atau tidak, mereka bisa saja memiliki masalah yang jauh lebih tidak diharapkan lagi. Bahkan banyak orang pada detik yang sama, ketika kita mempunyai masalah, kewarasannya perlahan-lahan mulai hilang akibat beban yang katanya unbearable lagi. Jika paradigma kalau masalah kita cuma kecil saja jika dibandingkan dengan orang lain dan merupakan fase-fase yang wajar yang harus dijalani dalam hidup, maka yakinlah kalau masalahmu itu bisa dijalani dengan sewajarnya, sesuai dengan usaha-usaha yang ekuivalen.

Kehilangan adalah kata yang sesungguhnya membuat seseorang menjadi dewasa dalam hidup. Kehilangan orang yang dikasihi, harta, teman, sahabat hingga kehilangan musuh sekalipun. Akan sama barangkali kalau semakin dewasa seseorang, maka semakin bijak dia bertindak. Tapi sayangnya, banyak orang yang dikatakan dewasa tapi sungguh tidak bijak. Memang batasan untuk dikatakan dewasa atau bijak sangat absurd, bahkan mungkin saja mustahil untuk diberikan batasan. Tapi anehnya, pikiran dan hati kita kadang-kadang berkata hal yang sama tentang standar-standarnya. Sebagai contoh, ketika kita mengatakan tentang Lao Tse, maka kebanyakan dari kita mengatakan kalau dia memang seorang yang bijaksana. Walaupun kita sama sekali tidak tau “sesuatu” yang menyebabkan seseorang dikatakan bijaksana. Sampai disini, kita dapat berkesimpulan kalau tak semua yang ada dan memperoleh pengakuan harus dapat dijelaskan secara eksplisit.

Kehilangan adalah takdir yang tak dapat dihindari. Jika engkau tak ingin kehilangan dan menyebabkan orang kehilangan sesuatu atas dirimu, maka kehidupan setelah mati adalah jawabannya. Tetapi bukankah, untuk menuju kesana, kamu harus meninggalkan dulu orang-orang yang mengenalmu di dunia ini yang berarti mereka telah kehilanagan dirimu. Jadi jawabannya, kehilangan adalah niscaya kalau begitu. Dengan kehilangan, manusia tampaknya menjadi sadar kalau apa yang mereka miliki selama ini adalah sangat berharga. Bahkan kadang-kadang, kehilangan harus menjadi satu-satunya cara.

Coba pikirkan baik-baik tentang nasihat agung nan adi luhung, ingat 5 perkara sebelum 5 perkara. Sehat-sakit; lapang-sempit; muda-miskin; kaya-miskin; hidup-mati. Bukankah pada hakikatnya mereka semua bercerita tentang kehilangan?

Seperti lirik lagu Melly G “bagaimanapun hidup memang hanya sebuah cerita, cerita tentang meninggalkan dan yang ditinggalkan”. Kita akan meninggalakan semua ini, oleh karena itu, kita diperintahkan untuk beribadah. Jika kita mengacu pada landasan-landasan ini, walaupun saya tidak berhak untuk memastikan, maka akan tercipta hidup yang jauh lebih baik lagi.

Orang yang membaca tulisan ini mungkin akan berkata, saya bisa menulis seperti ini karena saya tidak (belum) mengalami apa yang teman saya rasakan akan kehilanagan materi, usaha-jeri payahnya. Tapi setidaknya saya bisa menangkap hal-hal seperti ini dan menyadari bahwa ini adalah teguran sekaligus pelajaran bagi orang-orang yang mau sedikit saja peka terhadap kejadian-kejadian.

17 Maret 2010
memetolicious.blogspot.com